A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Definisi Pengertian
·
Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid,
biasanya kelenjar limfe dan limfa. Penyakit ini adalah salah satu kanker yang
tersering dijumpai pada orang dewasa muda, terutama pria muda. Terdapat empat
klasifikasi penyakit Hodgkin, berdasarkan sel yang terlibat dan apakah bentuk
neoplasmanya nodular atau tidak. Dari penentuan stadium penyakit Hodgkin sangat
perlu dilakukan, karena dapat memberi petunjuk mengenai pengobatan dan sangat
mempengaruhi hasil akhir. Stadium-stadium awal penyakit Hodgkin, stadium I dan
II, biasanya dapat disembuhkan. Angka kesembuhan untuk stadium III dan IV
cenderung masing-masing adalah 75% dan 60%.
Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit klonal, yang
berasal dari suatu sel yang abnormal. Populasi sel abnormal tidak diketahui
tetapi tampaknya berasal dari sel B atau T, atau suatu monosit. Sel-sel
neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut sel Reed-Steinberg. Sel-sel ini
terselip diantara jaringan limfoid normal yang terdapat di organ-organ limfoid.
(Elizabeth j. Corwin:135)
·
Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma
yang dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-Steinberg,
yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel Reed-Steinberg memiliki
limfositosis besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel. Sel-sel
tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil dari jaringan kelenjar getah
bening, yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop. (Medicastore, 2009)
·
Penyakit Hodgkin (Hodgkin
Disease) atau Limfoma Hodgkin ialah limfoma maligna yang khas ditandai oleh
adanya sel Reed Steinberg dengan
latar belakang sel radang pleomorf (limfosit, eosinofil, sel plasma dan
histiosit). (Hematologi Klinik Ringkas, 2007)
·
Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui
penyebabnya yang berasal dari sistem limfatika dan terutama melibatkan sistem
limfe. (Keperawatan Medikal Bedah 2, 2002 : hlm.957)
2.
Epidemiologi/insiden
kasus
Insiden limfoma mengalami peningkatan tiap
tahunnya. Sekitar 53% dari keganasan darah yang terjadi tiap tahun adalah
limfoma. Di Amerika Serikat angka kejadian limfoma sebanyak 71.380 orang pada
tahun 2007 dan merupakan keganasan kelima terbanyak pada pria maupun wanita.
Sekitar 12% dari seluruh limfoma adalah jenis limfoma Hodgkin, dan sisanya
(sebagian besar) adalah limfoma non-Hodgkin (Detak.com).
Di Amerika, 6000-7000 kasus baru dari
penyakit Hodgkin terjadi setiap tahunnya.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-40 tahun dan diatas 55 tahun (medicastore).
Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria. Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10 tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-40 tahun dan diatas 55 tahun (medicastore).
3.
Penyebab/faktor
predisposisi
Penyebab pasti limfoma Hodgkin masih belum diketahui. Namun, orang yang mengidap penyakit ini
atau yang sudah mengalami remisi memperlihatkan mengalami penurunan imunitas
yang diperantarai oleh sel T. selain itu kelompok – kelompok kasus sporadic
mengisyaratkan bahwa suatu virus, mungkin dari kelompok herpes, ikut berperan.
Mungkin terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Diperkirakan aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai
peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma. Penyebabnya tidak
diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa penyebabnya adalah virus,
seperti virus Epstein Barr dan penyakit ini tampaknya tidak menular.
Faktor Risiko dan Pencegahan
Penyebab limfoma tidak
diketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko terkait timbulnya penyakit
limfoma, yaitu :
·
Orang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau
yang mendapat terapi imunosupresan memiliki risiko tinggi untuk timbulnya
limfoma.
·
Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida,
misalnya petani.
·
Infeksi virus Epstein-Barr atau human T-cell lymphocytotropic
virus (HTLV). HTLV menyebabkan limfoma sel T (T-cell lymphoma).
·
Ada keluarga yang menderita penyakit ini
·
Jenis kelamin laki-laki.
4.
Patologi/patofisiologi
terjadinya penyakit
Sistem limfatik membawa
tipe khusus dari sel darah putih (limfosit) melalui pembuluh getah bening ke
seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang. Tersebarnya jaringan ini
merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus limfatikus yang disebut kelenjar
getah bening. Limfosit yang ganas (sel limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar
getah bening tunggal/dapat menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua
organ. Hal ini dapat kita sebut sebagai keganasan dari sistem limfotik atau Limfoma. Limfoma dibedakan berdasar
jenis sel kanker tertentu, yaitu limfoma
hodgkin dan limfoma non hodgkin.
Penyebab terjadinya limfoma hodgkin tidak diketahui secara pasti, tapi terdapat
beberapa faktor risiko terjadinya penyakit ini, antara lain: orang yang
terinfeksi HIV AIDS, orang yang
terinfeksi virus epstein-barr (HTLV),
usia 15-40 th, >55 th, jenis kelamin laki-laki. Penyakit ini
ditandai dengan adanya sel reed-steinberg
yang dikelilingi oleh sel radang pleomorf. Sel reed-steinberg ini memiliki
limfosit besar yang ganas yang lebih besar dari satu inti sel, yang bersifat
patologis. Hal inilah yang menjadi penanda utama limfoma hodgkin.
5.
Klasifikasi Limfoma
Hodgkin
Menurut Rye, penyakit
Hodgkin diklasifikasikan ke dalam empat kelompok berdasarkan karakteristik
dasar jaringan yang terlihat di bawah mikroskop.
1)
Tipe Limfosit Predominan (Lymphocyte Predominance)
Tipe ini merupakan 3% - 5% dari kasus penyakit Limfoma
Hodgkin. Gambaran mikroskopik dari tipe ini yaitu terdapat limfosit kecil yang
banyak dan hanya sedikit sel Reed-Steinberg yang dijumpai. Dapat bersifat
nodular atau difus. Perjalanan penyakit ini tergolong lambat.
2)
Tipe Sklerosis Noduler (Nodular Sclerosis)
Tipe ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai,
sekitar 40% - 69% dari seluruh penyakit Hodgkin, dimana gambaran mikroskopisnya
ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas, dimana suatu jaringan ikat
mulai dari kapsul kelenjar kemudian masuk ke dalam, mengelilingi kapsul
abnormal. Dijumpai sel lakuna dan sejumlah kecil sel Reed-Steinberg. Perjalanan
penyakit ini tergolong sedang.
3)
Tipe Selularitas Campuran
(Mixed Cellularity)
Tipe ini merupakan 25%-30% dari penyakit Hodgkin. Pada
gambaran mikroskopik terdapat sel Reed-Steinberg dalam jumlah yang sedang dan
seimbang dengan jumlah limfosit
4)
Tipe Deplesi Limfosit (Lymphocyte Depleted)
Tipe satu ini merupakan penyakit yang jarang ditemui yaitu
sekitar kurang dari 5% kasus dari Limfoma Hodgkin, namun tipe ini termasuk tipe
yang cepat dan agresif. Pada gambaran mikroskopik ditemukan banyak sel Reed-Steinberg
sedangkan sedikit sel limfosit.
Tipe ini dibagi menjadi dua yaitu subtipe retikuler (sel
Reed-Steinberg dominan dan sedikit limfosit) dan subtipe fibrosis difus
(kelenjar getah bening diganti oleh jaringan ikat yang tidak teratur, dijumpai
sedikit limfosit, dan sel Reed-Steinberg juga terkadang dalam jumlah yang
sedikit.
Menurut Cotswolds (1990)
yang merupakan modifikasi dan klasifikasi Ann Arbor (1971), Limfoma Hodgkin
diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :
·
Stadium I : Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar
getah bening saja atau pada satu organ
·
Stadium II : Pada stadium ini, sudah melibatkan dua kelenjar
getah bening yang berbeda, namun masih terbatas dalam satu wilayah atas atau
bawah diafragma tubuh
·
Stadium III : Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah
bening atas dan juga bawah diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar getah
bening ke organ lainnya.
·
Stadium IV : Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada
stadium iniyang terkena bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian
tubuh lainnya, seperti sumsum tulang atau hati.
Menurut klasifikasi Ann Arbor, penentuan
stadium didasarkan jenis patologi dan tingkat keterlibatan. Jenis patologi
(tingkat rendah, sedang, atau tinggi) didasarkan pada formulasi kerja yang
baru.
·
Formulasi kerja yang baru
-
Tingkat rendah: Tipe yang
baik
1.
Limfositik kecil
2.
Sel folikulas, kecil berbelah
3.
Sel folikulas dan campuran sel besar dan kecil berbelah
-
Tingkat sedang: Tipe yang
tidak baik
1.
Sel folikulis, besar
2.
Sel kecil berbelah, difus
3.
Sel campuran besar dan kecil, difus
4.
Sel besar, difus
-
Tingkat tinggi: Tipe yang
tidak menguntungkan
1.
Sel besar imunoblastik
2.
Limfoblastik
3.
Sel kecil tak berbelah
Klasifikasi menurut WHO :
·
Nodular lymphocyte predominance Hodgkin lymphoma (nodular
LPHL) : tipe ini mempunyai sel limfosit dan histiocyte, CD-20 positif tetapi
tidak memberikan gambaran RS-cell
·
Classic Hodgkin Lymphoma : Lymphocyte rich, nodular
sclerosis, mixed cellularity, lymphocyte depleted.
6.
Gejala klinis
Penyakit Hodgkin biasanya berawal
sebagai pembesaran nodus limfe tanpa nyeri, pada salah satu sisi leher, yang menjadi
sangat besar. Setiap nodus teraba kenyal dan tidak nyeri. Selanjutnya nodus
limfe di daerah lain, biasanya di sisi leher sebelahnya, juga membesar dengan
proses yang sama. Nodus limfe mediastinal dan retroperitoneal kadang-kadang
membesar, menyebabkan gejala penekanan memberat : tekanan terhadap trakea
menyebabkan sulit bernapas ; penekanan terhadap esofagus menyebabkan sulit
menelan; penekanan pada saraf menyebabkan paralisis faringeal dan neuralgia
brakial, lumbal, atau sakral ; penekanan pada vena dapat mengakibatkan edema
pada salah satu atau kedua ekstremitas dan efusi ke pleura atau peritonium ;
dan penekanan pada kandung empedu menyebabkan ikterik obstruktif. Akhirnya
limpa menjadi teraba, dan hati menjadi membesar. Pada beberapa pasien nodus pertama
yang membesar adalah yang berada di ketiak atau selangkangan. Terkadang,
penyakit bermula di nodus mediastinum atau peritoneal dan tetap terbatas di
sana. Pada pasien lain, pembesaran limpa satu-satunya lesi.
Kemudian terjadi anemia
progresif. Jumlah leukosit biasanya tinggi, dengan jumlah polimorfonuklear
(PMN) yang meningkat secara abnormal dan peningkatan jumlah eosinofil. Sekitar
separuh pasien mengalami demam ringan, dengan suhu yang jarang melebihi 38,3 oC.
Namun pasien yang mengalami keterlibatan mediastinal dan abdominal dapat
mengalami demam tinggi intermiten. Suhunya dapat naik 40,0 0C selama
periode waktu 3-14 hari, kemudian kembali normal dalam beberapa minggu.
Apabila penyakit tidak ditangani,
perjalanannya akan berlanjut : pasien akan kehilangan berat badan dan menjadi
kakeksia (kelemahan secara fisik), terjadi infeksi, anemia, timbul edema
anasarka (edema umum yang berat), tekanan darah turun, dan kematian pasti
terjadi dalam 1-3 tahun tanpa penanganan.
7.
Pemeriksaan fisik
·
Inspeksi :
-
Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal
paha
-
Terlihat bahu merosot
-
Terdapat sianosis
-
Wajah tampak pucat
-
Klien tampak lemah
-
Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian
ulu hati (splenomegali)
·
Palpasi :
-
Edema teraba kenyal seperti karet
-
Kekuatan otot menurun
-
Badan teraba hangat
-
CRT > 3 detik
8.
Pemeriksaan diagnostik
Beberapa prosedur
digunakan untuk menentukan stadium dan menilai penyakit Hodgkin:
1.
Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran
kelenjar di dekat jantung.
2.
Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang
jauh di dalam perut dan panggul.
3.
CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar
getah bening atau penyebaran limfoma ke hati dan organ lainnya.
4.
Skening gallium bisa digunakan untuk menentukan stadium dan
menilai efek dari pengobatan.
5.
Laparatomi (pembedahan untuk memeriksa perut) kadang
diperlukan untuk melihat penyebaran limfoma ke perut.
Pemeriksaan darah dapat
bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormal. Pada tahap I sedikit
klien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.
·
SDP : bervariasi, dapat
normal, menurun atau meningkat secara nyata.
·
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit,
basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala
lanjut).
·
SDM dan Hb/Ht : menurun.
·
Pemeriksaan SDM : dapat menunjukkan
normositik ringan sampai sedang, anemia normokromik (hiperplenisme).
·
LED : meningkat selama tahap
aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit malignansi. Berguna untuk
mengawasi klien pada perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya
penyakit.
·
Kerapuhan eritrosit
osmotik
: meningkat
·
Trombosit : menurun (mungkin
menurun berat, sumsum tulang digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
·
Test Coomb : reaksi positif (anemia
hemolitik) dapat terjadi namun, hasil negatif biasanya terjadi pada penyakit
lanjut.
·
Besi serum dan TIBC : menurun.
·
Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat
pasda eksaserbasi.
·
Kalsium serum : mungkin menigkat bila
tulang terkena.
·
Asam urat serum : meningkat sehubungan
dengan destruksi nukleoprotein dan keterlibatan hati dan ginjal.
·
BUN : mungkin meningkat bila
ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL (SGOT), klirens kreatinin dan
sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan organ.
·
Hipergamaglobulinemia
umum :
hipogama globulinemia dapat terjadi pada penyakit lanjut.
·
Foto dada : dapat menunjukkan
adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus atau efusi pleural
·
Foto torak, vertebra
lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang nyeri tekan : menentukan area yang
terkena dan membantu dalam pentahapan.
·
Tomografi paru secara
keseluruhan atau scan CT dada : dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan
kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediatinum.
·
CT scan abdominal : mungkin dilakukan
untuk mengesampingkan penyakit nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ
yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
·
Ultrasound abdominal : mengevaluasi luasnya
keterlibatan nodus limfa retroperitoneal.
·
Scan tulang : dilakukan untuk
mendeteksi keterlibatan tulang.
·
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk
membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
·
Biopsi sumsum tulang : menentukan
keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
·
Biopsi nodus limfa : membuat diagnosa
penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya sel Reed-Steinberg.
·
Mediastinoskopi : mungkin dilakukan
untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
·
Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan
untuk mengambil spesimen nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau
pengangkatan limfa (Splenektomi adalah kontroversial karena ini dapat
meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak biasa dilakukan kecuali
klien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang
dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.
9.
Therapy/tindakan
penanganan
Tujuan terapi adalah
menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi. Dengan
penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma Hodgkin stadium I atau II
dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas,
maka angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya adalah :
·
Radiasi. Terapi radiasi diberikan
jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja. Terapi radiasi
dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan
dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka
diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko
terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama
jika klien berusia < 30 tahun. Umumnya klien anak diterpai dengan kemoterapi
kombinasi, tapi mungkin juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah.
·
Kemoterapi. Jika penyakit ini sudah
meluas dan sudah melibatkan kelenjar getah bening yang lebih banyak atau organ
lainnya, maka kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen kemoterapi yang umum
diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP, Stanford V, dan MOPP. Regimen MOPP
(terdiri dari mechlorethamine, Oncovin, procarazine, dan prednisone) merupakan
regimen standar, namun bersifat sangat toksik, sedangkan regimen ABVD (terdiri
dari doxorubicin/Adriamycin, bleomycin, vinblastine, dan dacarbazine) merupakan regimen yang lebih baru dengan efek
samping yang lebih sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini. Kemoterapi
diberikan dalam beberapa siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya
kemoterapi diberikan sekitar 6-10 bulan.
·
Transplantasi sumsum
tulang.
Jika penyakit kembali kambuh setelah remisi dicapai dengan kemoterapi inisial,
maka kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang atau sel induk
perifer autologus (dari diri sendiri) dapat membantu memperpanjang masa remisi
penyakit. Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak sumsum tulang, maka
sebelumnya dikumpulkan dulu sel induk darah perifer atau sumsum tulang.
Kombinasi sediaan kemoterapi
untuk Penyakit Hodgkin
1.
MOPP (Mekloretamin (nitrogen mustard), Vinkristin (onkovin),
Prokarbazin, Prednison)
Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun 1969,
namun obat ini terkadang masih digunakan.
2.
ABVD (Doksorubisin (adriamisin), Bleomisin, Vinblastin,
Dakarbazin)
Obat ini dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari
MOPP (misalnya kemandulan menetap & leukemia), namun obat ini menyebabkan
efek samping berupa keracunan jantung & paru-paru. Angka kesembuhannya
menyerupai MOPP. ABVD lebih sering digunakan dibandingkan MOPP.
3.
ChiVPP (Klorambusil, Vinblastin, Prokarbazin, Prednison)
Pemakaian obat ini menyebabkan kerontokan rambut yg
terjadi lebih sedikit dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD
4.
MOPP/ABVD
Kedua obat ini digunakan secara bergantian dan
dikembangkan untuk memperbaiki angka kesembuhan menyeluruh, tetapi hal tersebut
belum terbukti. Angka harapan hidup bebas kekambuhan lebih baik dibandingkan
sediaan obat lainnya.
5.
MOPP/ABVhibrid (MOPP bergantian dengan Doksorubisin
(adriamisin), Bleomisin, Vinblastin)
10.
Komplikasi
Kemungkinan komplikasi
yang terjadi adalah :
•
Ketidakmampuan untuk memiliki keturunan (infertilitas)
•
Gagal fungsi hati
•
Gangguan pada paru-paru
•
Penyakit-penyakit kanker
•
Efek samping dari radiasi (seperti nausea, disfagia,
esofagitis, dan hipotiroid) dan kemoterapi (seperti penurunan jumlah sel darah,
dapat menyebabkan meningkatnya risiko pendarahan, infeksi, dan anemia).
11.
Prognosis
Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma
Hodgkin stadium I atau II dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika
penyakit ini sudah meluas, maka angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70%.
Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan
setelah terapi penyinaran atau kemoterapi atau yang membaik tapi kemudian
kambuh kembali dalam 6-9 bulan, memiliki harapan hidup yang lebih kecil
dibandingkan dengan penderita yang mengalami kekambuhan dalam 1 tahun atau
lebih setelah terapi awal. Kemoterapi lebih lanjut yang dikombinasikan dengan
terapi penyinaran dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang atau sel stem
darah, bisa menolong penderita tersebut.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
a)
Anamnesa :
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan
laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan
sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat kesehatan/penyakit masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat
psikososial.
Kebutuhan Dasar
1. Aktivitas/istirahat.
Gejala :
•
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
•
Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
•
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
•
Penurunan kekuatan
•
Bahu merosot
•
Jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan
2. Sirkulasi
Gejala :
•
Palpitasi
•
Angina/nyeri dada
Tanda :
•
Takikardia, disritmia.
•
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena
pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang)
•
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan
hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda
lanjut)
•
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3. Integritas Ego
Gejala :
•
Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
•
Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan
takut mati
•
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas
pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi)
•
Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal,
takut kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
•
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang
yang tergantung pada keluarga.
Tanda :
•
Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif
4. Eliminasi
Gejala :
•
Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
•
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom
malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda :
•
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada
palpasi (hepatomegali)
•
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi
(splenomegali)
•
Penurunan haluaran urine gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretal/ gagal ginjal).
•
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal
terjadi lebih lanjut)
5. Makanan/Cairan
Gejala :
•
Anoreksia/kehilangan nafsu makan
•
Disfagia (tekanan pada esofagus)
•
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama
dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa
upaya diet.
Tanda :
•
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
(sekunder terhadap kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa)
•
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan
pembesaran nodus limfa intraabdominal)
6. Neurosensori
Gejala :
•
Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh
pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
•
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda :
•
Status mental : letargi, menarik diri, kurang minat umum
terhadap sekitar.
•
Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vetrebal,
keterlibatan diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap
batang spinal)
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
•
Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya,
pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral),
nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus).
•
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda
•
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala
•
Dispnea pada kerja atau istirahat
Tanda
•
Dispnea, takikardia
•
Batuk kering non-produktif
•
Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekuensi
pernapasan dan kedalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
•
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada
saraf laringeal).
9. Keamanan
Gejala :
•
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler
pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi
bakterial)
•
Riwayat monokleus (risiko tinggi penyakit Hodgkin pada klien yang
titer tinggi virus Epstein-Barr).
•
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
•
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai
beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam
tanpa menggigil.
•
Kemerahan/pruritus umum
Tanda :
•
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380C
tanpa gejala infeksi.
•
Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus
servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian
nodus aksila dan mediastinal)
•
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat
digerakkan.
•
Pembesaran tosil
•
Pruritus umum.
•
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)
10. Seksualitas
Gejala
•
Masalah tentang fertilitas / kehamilan (sementara penyakit
tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
•
Penurunan libido.
b)
TTV :
-
Tekanan darah meningkat
-
Respiratory rate meningkat
-
Nadi meningkat
-
Suhu meningkat > 38,50C
c)
Pemeriksaan fisik :
·
Inspeksi :
-
Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal
paha
-
Terlihat bahu merosot
-
Terdapat sianosis
-
Wajah tampak pucat
-
Klien tampak lemah
-
Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian
ulu hati (splenomegali)
·
Palpasi :
-
Edema teraba kenyal seperti karet
-
Kekuatan otot menurun
-
Badan teraba hangat
-
CRT > 3 detik
d)
Pemeriksaan diagnostik :
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap
normal sampai abnormal. Pada tahap I sedikit klien mengalami abnormalitas hasil
pemeriksaan darah.
·
SDP : bervariasi, dapat
normal, menurun atau meningkat secara nyata.
·
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit,
basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala
lanjut).
·
SDM dan Hb/Ht : menurun.
·
Pemeriksaan SDM : dapat menunjukkan
normositik ringan sampai sedang, anemia normokromik (hiperplenisme).
·
LED : meningkat selama tahap
aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit malignansi. Berguna untuk
mengawasi klien pada perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya
penyakit.
·
Kerapuhan eritrosit
osmotik
: meningkat
·
Trombosit : menurun (mungkin
menurun berat, sumsum tulang digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
·
Test Coomb : reaksi positif (anemia
hemolitik) dapat terjadi namun, hasil negatif biasanya terjadi pada penyakit
lanjut.
·
Besi serum dan TIBC : menurun.
·
Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat
pasda eksaserbasi.
·
Kalsium serum : mungkin menigkat bila
tulang terkena.
·
Asam urat serum : meningkat sehubungan
dengan destruksi nukleoprotein dan keterlibatan hati dan ginjal.
·
BUN : mungkin meningkat bila
ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL (SGOT), klirens kreatinin dan
sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan organ.
·
Hipergamaglobulinemia
umum :
hipogama globulinemia dapat terjadi pada penyakit lanjut.
·
Foto dada : dapat menunjukkan
adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus atau efusi pleural
·
Foto torak, vertebra
lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang nyeri tekan : menentukan area yang
terkena dan membantu dalam pentahapan.
·
Tomografi paru secara
keseluruhan atau skan CT dada : dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan
kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediatinum.
·
CT scan abdominal : mungkin dilakukan
untuk mengesampingkan penyakit nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ
yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
·
Ultrasound abdominal : mengevaluasi luasnya
keterlibatan nodus limfa retroperitoneal.
·
Scan tulang : dilakukan untuk
mendeteksi keterlibatan tulang.
·
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk
membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
·
Biopsi sumsum tulang : menentukan
keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
·
Biopsi nodus limfa : membuat diagnosa
penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya sel Reed-Sternberg.
·
Mediastinoskopi : mungkin dilakukan
untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
·
Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan
untuk mengambil spesimen nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau
pengangkatan limfa (Splenektomi adalah kontroversial karena ini dapat
meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak biasa dilakukan kecuali
klien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang
dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG
MUNGKIN MUNCUL
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan oksigen dalam udara inspirasi sekunder terhadap obstruksi jalan nafas
ditandai dengan batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan, peningkatan
frekuensi pernapasan dan kedalaman, dispnea.
2.
Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel ditandai dengan adanya sianosis, klien
tampak pucat, klien tampak lemah, CRT > dari 3 detik.
3.
Hipertermi berhubungan dengan peradangan ( inflamasi )
sistemik sekunder terhadap penurunan sistem kekebalan tubuh (sistem imun)
ditandai dengan takikardi, kulit teraba hangat, suhu tubuh lebih dari 38,50C
, anoreksia / kehilangan nafsu makan, peningkatan frekuensi pernapasan.
4.
Nyeri akut berhubungan dengan efek penekanan saraf nyeri terhadap kanker getah bening (limfoma Hodgkin)
ditandai dengan terkadang wajah tampak menahan nyeri, diaphoresis, peningkatan
frekuensi nafas, perilaku distraksi (merintih), nyeri tekan/nyeri pada nodus
limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri
punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang
limfomatus), fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
5.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan
ditandai dengan anoreksia/kehilangan nafsu makan, disfagia (tekanan pada
esofagus), adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan
10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya
diet.
6.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan sekunder terhadap keringat malam dan
peningkatan suhu tubuh ditandai dengan kelelahan, kelemahan atau malaise umum,
kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan, penurunan kekuatan,
bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
7.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakseimbangan neuromuskular ditandai
dengan keterbatasan kekmampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan motorik
halus, keterbatasan ROM.
8.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas,
disritmia, kelemahan, kelelahan, pucat (sianosis).
9.
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan paralisis pita suara sekunder
terhadap tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal ditandai dengan
suara serak (parau).