Minggu, 28 Oktober 2012

HEALTH EDUCATION


Health Education COPD

Definisi
  
  • Penyakit paru obstruktif kronis adalah penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis atau emfisema dan obstruksi tersebut bersifat progresif, bisa disertai hiperaktivitas bronkus dan sebagian bersifat reversibel ( Arif Manjoer, 2001).
  • Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, emfisema, dan asma bronkial (Muttaqin, 2008).
  • PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Brunner &Suddarth, 2002).
  • COPD merupakan penyakit yang progresif ( terus memburuk ) yang dapat menyebabkan penderitanya kesulitan bernafas. Biasanya penderita akan mengalami gejala seperti batuk yang disertai dengan mukus(lendir) dalam jumlah yang banyak, nafas yang berbunyi seperti pada penderita asma, nafas pendek, dada terasa sesak, dan gejala lainnya
  • PPOK( penyakit paru obstruksi kronik)  adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara  didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan  gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik, ganguan ini dapat dicegah dan dapat diobati.
  • Penyakit paru obstruksi kronik / PPOK merupakan suatu kelompok  yang ditandai dengan adanya obstruksi permanen (irreversible) terhadap aliran ekspirasi udara. Peradangan kronis sebagai respon dari asap rokok yang dihirup, gas beracun, dan debu, merusak saluran nafas dan parenkim paru.

Epidemiologi

Berdasarkan perkiraan WHO di tahun 2007, sekarang kira-kira sudah ada 210 juta orang menderita penyakit ini, dan COPD diramalkan akan menjadi penyakit utama ketiga sebagai penyebab kematian di dunia pada  tahun 2030 Faktor risiko kunci dari penyakit ini diantaranya::

  • Kebiasaan merokok.
  • Polusi udara di dalam maupun di luar ruangan.
  • Pekerjaan yang memungkinkan pekerjanya untuk menghirup debu dan bahan kimia.
Tembakau merupakan faktor risiko keempat timbulnya semua jenis penyakit di dunia. Pemakaian tembakau merupakan penyebab utama kematian pada penyakit berat seperti penyakit obstruksi menahun (COPD)
Saat ini di dunia terdapat sekitar 90.000 anak dan remaja yang mulai merokok setiap harinya.
Pada tahun 2001, jumlah seluruh perokok adalah 141.44 juta jiwa (yang merupakan70% dari jumlah penduduk) dan sekitar 22,6% dari 3.320 kematian yang ada disebabkan oleh penyakit yang berkaitan dengan kebiasaan  merokok
Menurut data tahun 2001 sebesar 9,8% kematian karena penyakit paru obstruktif menahun (COPD), emfisema, serta 5% kasus stroke disebabkan oleh perokok
Lebih dari 57% rumah tangga setidaknya terdapat1 pemakai tembakau (perokok), dan hampir seluruhnya (91,8%) mempunyai kebiasaan merokok dirumah
Lebih dari 43 juta jiwa (usia 0- 14 tahun) tinggal bersama perokok. Dimana anak-anak yang telah terpapar asap rokok akan mengalami pertumbuhan paru yang kurang normal dan akan lebih mudah terkeena infeksi saluran pernafasan dan penyakit asma 
Aspek ekonomi akibat tenbakau sangat hebat, Di Indonesia, kerugian ekonomi masyarakat karena penyakit yang berkaitan dengan tembakau  sekitar 54,1 triliun (2001). Dimana ini merupakan tambahan pada biaya kesehatan  masyarakat yang cukup tinggi untuk mengobati penyakit- penyakit yang berkaitan dengan tembakau, maupaun biaya tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat akibat tembakau, maupun biaya tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat akibat tenbakau merupakan penyebab kematian penduduk pada puncak produktivitasnya, merengut para pencari nafkah utama dalam keluarga serta negara kehilangan tenaga kerja yang sehat
DiIndonesia data tahun 2001, 60% perokok aktif (84,84 juta) adalah berasal dari golongan  sosial rendah (miskin atau sangat miskin)  

Penyebab
§  Faktor faktor yang menyebabkan PPOM :
o   Kebiasaan merokok
o   Polusi udara
o   Paparan debu, asap, batubara, kapas, padi-padian dan gas-gas kimiawi akibat kerja
o   Riwayat infeksi saluran nafas
o   Bersifat genetik
o   Defisiensi α-1 antitripsin


Patofisiologi
                           .
            Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan  PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide , radikal bebas   hydroxyl hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
            Inflamasi kronik mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronkial, hipersekresi mukosa, peningkatan masa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan . Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronkitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada  saluran udara kecil non- kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi  paten pada  saluran nafas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK
            Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi aatu kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoksemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V∕Q tidak sesuai ). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berpefusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan in, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran nafas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien  dengan PPOK berat.


Klasifikasi
Klasifikasi PPOK dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

ü  Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan.
ü  Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2 tahun berturut-turut.
ü  Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar (Muttaqin, 2008).

Gejala klinis
  • Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu
  • sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent
  • sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas
  • Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
  • Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit  pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara
  • Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan hiperresonansi pada perkusi
§  Anoreksia
§  Peenurunan  berat badan dan kelemahan
§  Takikardia, berkeringat
§  hipoksia

Pemeriksaan Diagnostik
  • anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai tiga gejala klinis di atas dan faktor-faktor penyebab
  • pemeriksaan fisik :
    • pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shaped chest (diameter anteroposterior dada meningkat)
    • fremitus taktil dada bekurang atau tidak ada
    • perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang
    • suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang
  • pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan lainnya

FOTO THORAK  PPOK
               
o   foto toraks paa bronkitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah
o   pada emfisema paru, foto toraks menunjukkan adnya over inflasi dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal
o   Foto thorax (CXR/ chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi  paru, diafragma datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium  awal penyakit ini bukan tes yang sensitive unutk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost- effektive  atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Walaupun pencitraan dapat memperlihatkan keberadaan PPOK, hanya spirometri yang merupakan standar criteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.
   SPIROMETRI                                              

o   Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di bawah nilai prediksi, dengan adanya tanda cor pulmonal dan selama eksaserbasi akut berat untuk menilai oksigenasi dan kemungkinan adanya hiperkapnia
o   Pemeriksaan α1-antitrypsin juga durekomendasikan untuk pasien PPOK dengan umur yang lebih muda disbanding rata-rata (<45>)
o   Pemeriksaan EKG
o   Pemeriksaan fungsi paru
o   Pemeriksaan laboratorium darah: hitung sel darah putih elemen merupakan peradangan kunci terhadap patogenesis PPOK.

Komplikasi
  • infeksi yang berulang
  • pneumotoraks spontan
  • eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik
  • gagal nafas
  • kor pulmonal
  • Atelektasis
  • Pneumonia
  • Emfisema mediastinal atau subcutan

Terapi / tindakan penanganan
§  pencegahan : mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
§  terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
Ø Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
Infeksi ini umumnya oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan Ampicilin 4 x  0,25 - 0,5 g/hari atau Eritromisin 4 x 0,5g/hari
Augmentin (amoxillin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influensa dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksaso, amoksisillin atau doksisillin pada pasien yang mengalami  eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat  kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi
Ø Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
Ø  Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik
Ø  Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termasuk di dalamnya golongan adrenergik β dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5mg dan/ ipratropium bromida 250µg diberkan tiap 6 jam dengan nabulizer atau aminofilin 0,25-0,5g IV secara perlahan
§  terapi jangka panjang dilakukan dengan :
v Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut
v Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi jalan nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru
v Fisioterapi
v Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
v Mukolitik dan ekspektorant
v Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe 2 dengan PaO2 <7,3 kBa(55mmHg)
v Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan kerja, merasa sendiri dan terisolasi untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
·         Fisioterapi
·        rehabilitasi psikis
·        rehabilitasi pekerjaan

Edukasi
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ini:
*      Berhenti merokok,  dapat memperlambat proses perburukan penyakit, mencegah komplikasi, dan memperpanjang harapan hidup
*      Latihan pernafasan (pursed-lip breating dan diaphragmatic breating). Pursed-lip breating : duduk tegak dengan otot leher dan bahu dalam keadaan rileks. Tarik nafas secara perlahan melalui melalui hidung selama 2 hitungan. Hembuskan nafas secara perlahan melalui mulut anda (dengan gerakan seperti meniup lilin)  selama 4 hitungan atau lebih. Daphragmatic breating : duduk atau berbaring dalam posisi nyaman dengan kepala bersandar dan lutut ditekuk. Otot leher dan bahudalam keadaan rileks. Tempatkan salah satu tangan diulu hati dan tangan lainnya di dada. Tarik napas secara perlahan melalui hidung selama 2 hitungan. Lakukan dengan cara yang benar sampai anda merasakan otot uluhati rileks dan mengembang dan posisi dada tidak berubah. Kencangkan otot uluhati dan hembuskan napas melalui mulut 4 hitungan. Anda akan merasa otot uluhati mengempis.
*      Perkusi dada, untuk  membantu mengeluarkan dahak atau lender yang berlebihan dari paru. Dengan cara : rapatkan kelima jari tangan anda membentuk mangkuk lalu tepuk-tepuk dada dan punggung (dengan atau tanpa bantuan orang lain) secara lembut.
*      Olahraga, pilih yang anda mampu  lakukan, misal ; berjalan, bersepeda, dan sebagainya
*      Mempertahankan berat badan ideal
*      Minum banyak air untuk membantu mengencerkan dahak
*      Konsumsi cukup protein (daging dan produksi susu), buah, dan sayuran.
Bila anda telah mengalami penyakit ini, segeralah memeriksakan diri ke dokter secara teratur. Dengan menjalani pengobatan secara teratur dan melakukan perubahan perilaku, anda masih mempunyai kesempatan untuk hidup lebih sehat dan bugar.


                                               
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III.Jilid1. Jakarta:Media Aesculapius
Muttaqin Arif, (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : salemba Medika
Suddarth & Brunner. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8  Vol.1 jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar